Rabu, 30 Maret 2011

ASKEP ASFIKSIA

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak

Disusun oleh :
Kelompok 10
• Darwan
• Muhammad Isa Abdilah
• Suyanti

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN (PSIK)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA “
Dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Allah SWT
2. Ayahanda dan ibunda yang memberikan dorongan
3. Ibu Dessy Aryanti sekaligus pembimbing makalah
4. Semua pihak yang telah membantu terhadap kelancaran dan penyelesaian makalah ini.
Penulis telah berupaya seoptimal mungkin untuk dapat menyelesaikan makalah dengan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran ilmu keperawatan khususnya, dan pendidikan pada umumnya.
Cirebon, April 2011
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi
Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971)Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

1.2 Rumusan Masalah
• Mengetahui Pengertian Asfiksia?
• Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia?
• Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia?
• Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia?
• Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia?
• Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia?
• Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 UMUM : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan keperawatannya.
1.3.2 KHUSUS : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
• Mengetahui Pengertian Asfiksia
• Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia
• Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia
• Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia
• Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia
• Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia
• Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia
Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur.

BAB II
TEORITIS
2.1 Pengertian
Asfiksia adalah keadaan yang disebabkan oleh karena otak mengalami hipoksemia dan hiperkarbia,selanjutnya dapat menyebabkan oedema otak dan bermacam-macam gangguan sirkulasi,secara klinis ditandai dengan skor Apgar rendah dan asidosis.(Taslim S,Neurologi Anak)
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.(Saiffudin, 2001)


2.2 JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
2.3 KLASIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

Klinis 0 1 2
Detik jantung Tidak ada Kurang dari 100/menit lebih dari 100/menit
Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat
Refl waktu jalan napas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas
(lemah) Fleksi kuat
Gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah
Ekstermitas biru Merah seluruh
Tubuh

2.4 ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
• Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hipertensi ynag diinduksi ole
kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
2.5 PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

2.6 TANDA DAN GEJALA
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium biasanya ditemukan penurunan kadar hematokritdan peninggian trombosit
akibat hiperaktifitas sum-sum tulang, Pungsi lumbal untuk menunjukkan adanya cairan spinal yang bercampur darah disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa.
2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS
Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia )
- Siapkan obat
- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
• Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
• Tabung O2 terisi
• Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat.
- Pada waktu bayi lahir :
Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara
hati-hati.
Penatalaksanaan untuk Asfiksia :
Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.
Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.
- Apgar Score I 7 – 10 :
a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum.
b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala.
c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
- Apgar Score I 4 – 6 :
i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik
iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong
( lebih baik yang dihangatkan )
- Apgar Score I 4 – 6 dengan detik jantung > 100
i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
- Apgar Score I 0 – 3 :
i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan segala akibatnya.
ii. Jangan diberi rangsangan taktil.
iii.Jangan diberi obat perangsang napas.
iv. Segera lakukan resusitasi.
RESUSITASI
Apgar Score 0 – 3 :
- Jangan diberi rangsangan taktil
- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration atau mask and pulmonator respiration,
kemudian bawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2
4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
2.9 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY “X” DENGAN ASFIKSIA NEONATUS

A. PENGKAJIAN PADA BAYI

1. Identitas data
a. Biodata Pasien
Nama anak : By X
Tempat/tgl lhr : padang/23 januari 2011
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : -
Anak ke : 1
BB : 2400

b. Identitas Penanggung jawab
Nama ibu : Ny. R
Umur : 28 thn
Pekerjaan : perawat
Pendidikan : PT
Alamat : vilaku indah IV, Cirebon

Nama ayah : Tn.
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : PT
Alamat : vilaku indah IV, Cirebon
Dx medis : asfiksia neonates
No. MR : 08121315
Tgl masuk RS : 22 januari 2011


2.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Partus lama, primipara, bayi tidak menangis kuat, pernafaan tidak teratur, tanpak sianosis, gerkakan tonus otot tidak aktif dan melemah. Dan berat bayi <2500 gr (2400 gr). b. Riwayat kehamilan dan kelahiran • Prenatal ibu mengatakan sewaktu hamil hanya menderita flu sedikit saja, pernah mual dan muntah diwaktu hamil muda, ibu lemah, kurang darah dan sering pusing. Ibu mengatakan, ibu teratur memeriksakan kehamilanya kedokter sspesialis kandungan dirumah sakit, ibu diperiksa diRS, dan ibu mengatakan dokter memberikan obat penambah darah atau tablet Fe.Ibu mengatakan, ibu hanya minum obat demam dan dan obat penambah darah. • Intranatal Usia kehamilan ibu cukup bulan saat partus, cara persalinan normal ditolong oleh dokter sp.oG, APGAR score pertama 4, BB 2400gr, Lk 9,6 cm • fPostnatal Tidak ada cacat congenital, tidak ikkterus, tidak kejang. c. Riwayat kesehatan • RKD Ibu mengatakan ibu mual dan muntah pada awal kehamilan • RKS Masuk RS tgl. 23 januari 2011, dimulai pengkajian pada tgl. 23 januari 2011, bayi tanpak sianosis, denyut jantung < 100/menit, pernafasan tidak teratur. Nilai APGAR pertama 4 dikarenakan partus lama. • RKK ibu mengeluhkan kurang darah, tanpak pucat, dan ibu sering pusing-pusing. Pemeriksaan d. Fisik Riwayat kesehatan dahulu: Ibu klien mengatakan adanya kelainan pada kehamilan yang dulu seperti Hipertensi,Premature,Keracunan obat bius,Anemia berat e. Riwayat kesehatan keluarga: Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular dan kronis,seperti TBC,Kusta,DM f. Genogram: 3. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum klien jelek • Rambut : sedikit dan tipis • Kulit kepala : kotor • Mata Kesimetrisan : simetris ki dan ka Konjungtiva : anemis Sclera : tdk ikterik Adanya isi bola mata • Telinga Kesimetrisan ki dan ka, adanya daun telinga, adanya lubang telinga, ada vernik karnisiosa. Tidak ekresi. • Hidung Adanya lubang hidung simetris ki dan ka dan adanya sekat pada hidung • Mulut Tidak ada labia skizis, palato skizis atau labia palato skizis. • Dada dan thorak I : warna kulit dada klien biru, tanpak usaha bernafas minimal P: terjadi retraksi dinding dada P: normal A: 90x/i • Abdomen I : perut tidak asites P : supel P : - A: bising usus (+) • Genetalia Laki-laki testis sudah turun kescrotum • Rectum dan anus Adanya lubang anus dan tanpak mekonium • Kulit/ intagumen kulit berwarna biru atau sianosi B. PENGKAJIAN FISIK SECARA FUNGSIONAL NO DATA SUBJECTIF DATA OBJECTIF 1. Data klinik Suhu : 37oc RR : 12x/i Nadi : 90x/i Ksadaran : Lk: 30cm (circumferensia sub accipito bregmantika) LILA : 9,6cm 2 .Nurisi dan metabolism a. Bayi blm ada menyusu dgn ibu nya b. Kulit sianosis Nutirisi dan metabolism c. Mukosa mulut Kering, bibir sianosis 3.Respirasi dan sirkulasi Tanpak retraksi dinding dada Respirasi dan sirkulasi a. Sianosis b. Banyak terdapat secret pada mulut bayi 4 Eliminasi Abdomen tdk asites BAB : tanpak pengeluaran mekonium Eliminasi a. abdomen b. tdk buncit dan supel BAB tanpak pengeluaran mekonium, warna kehitam2an c. Rectu/anus Ada lubang anus 5 Aktifitas dan latihan Ada pergerakan otot tapi lemah Aktifitas dan latihan Bentuk kaki normal, otot kaki ada pergeraka tapi lemah 6 Kognitif dan persepsi Kognitif dan persepsi Gerakan sedikit thp ransangan Konjungtiva, anemis dan tdk ikterik 7 Peran dan hubungan keluarga Ibu klien selalu menanyakan kondisi bayi nya. Peran dan hubungan keluarga Ibu klien selalu ada didekat klien, dan tanpak khawatir dhn kondisi klien. 8 Seksualitas/reproduksi C. PEMERIKSAAN PENUNJANG • PH tali pusat : 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna. • Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%. • Tes combs langsung pada daerah tali pusat. adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik. D. ANALISA DATA no DATA MASALAH ETIOLOGI 1 DO RR : 12x/i Nadi : 90x/i Tanpak sianosis Tanpak retraksi dinding dada Nilai APGAR pertama 4 Byk terdapat secret pada mulut bayi DS: Ibu klien mengatakan anak nya membiru Ibu klien mengatakan saat lahir anaknya tidak menangis kuat Bersihan jalan nafas tidak efektif produksi mukus banyak 2 DO RR : 12x/i Nadi : 90x/i Tanpak sianosis Tanpak retraksi dinding dada Nilai APGAR pertama 4 Byk terdapat secret pada mulut bayi PH tali pusat : 7,24 DS: Ibu klien mengatakan anak nya membiru Ibu klien mengatakan saat lahir anaknya tidak menangis kuat Pola nafas tidak efektif hipoventilasi 3 DO : Suhu : 37oc RR : 12x/i Nadi : 90x/i Nilai APGAR pertama 4 Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61% DS : Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh. kurangnya suplai O2 dalam darah E. DIAGNOSA KEPERAWATAN I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga. F. INTERVENSI DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar. NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas Kriteria Hasil : 1. Tidak menunjukkan demam. 2. Tidak menunjukkan cemas. 3. Rata-rata repirasi dalam batas normal. 4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas. 5. Tidak ada suara nafas tambahan. NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas Kriteria Hasil : 1. Mudah dalam bernafas. 2. Tidak menunjukkan kegelisahan. 3. Tidak adanya sianosis. 4. PaCO2 dalam batas normal. 5. PaO2 dalam batas normal. 6. Keseimbangan perfusi ventilasi Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan 6 NIC I : Suction jalan nafas 7 Intevensi : 1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction . 3. Beritahu keluarga tentang suction. 4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan. 5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction. NIC II : Resusitasi : Neonatus 1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan. 2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik. 3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi. 4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium. 5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah. 6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi. 7. Monitor respirasi. 8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat. DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif. NOC : Status respirasi : Ventilasi Kriteria hasil : 1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif. 2. Ekspansi dada simetris. 3. Tidak ada bunyi nafas tambahan. 4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal. Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC : Manajemen jalan nafas Intervensi : 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender. 2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan. 3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi. 4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas 5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu. 6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan. DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi. NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas Kriteria hasil : 1. Tidak sesak nafas 2. Fungsi paru dalam batas normal Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC : Manajemen asam basa Intervensi : 1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum. 2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri 3) Pantau hasil Analisa Gas Darah DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah. NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak Kriteria hasil : 1. Bebas dari cidera/ komplikasi. 2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak. 3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama. Keterangan Skala : 1 : Tidak sama sekali 2 : Sedikit 3 : Agak 4 : Kadang 5 : Selalu NIC : Kontrol Infeksi Intervensi : 1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi. 2. Pakai sarung tangan steril. 3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali. 4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan. 5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag). DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal. NOC I : Termoregulasi : Neonatus Kriteria Hasil : 1. Temperatur badan dalam batas normal. 2. Tidak terjadi distress pernafasan. 3. Tidak gelisah. 4. Perubahan warna kulit. 5. Bilirubin dalam batas normal. Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC I : Perawatan Hipotermi Intervensi : 1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat. 2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll. 3. Monitor temperatur dan warna kulit. 4. Monitor TTV. 5. Monitor adanya bradikardi. 6. Monitor status pernafasan. NIC II : Temperatur Regulasi Intervensi : 1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil. 2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat. 3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu. DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat. NOC I : Koping keluarga Kriteria Hasil : 1. Percaya dapat mengatasi masalah. 2. Kestabilan prioritas. 3. Mempunyai rencana darurat. 4. Mengatur ulang cara perawatan. Keterangan skala : 1 : Tidak pernah dilakukan 2 : Jarang dilakukan 3 : Kadang dilakukan 4 : Sering dilakukan 5 : Selalu dilakukan NOC II : Status Kesehatan Keluarga Kriteria Hasil : 1. Status kekebalan anggota keluarga. 2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. 3. Akses perawatan kesehatan. 4. Kesehatan fisik anggota keluarga. Keterangan Skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC I : Pemeliharaan proses keluarga Intervensi : 1. Tentukan tipe proses keluarga. 2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga. 3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada. 4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi. NIC II : Dukungan Keluarga Intervensi : 1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik. 2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga. 3. Beri harapan realistik. 4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga. E. EVALUASI DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. NOC I Kriteria Hasil : 1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3) 2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3) 3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3) 4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3) 5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3) NOC II Kriteria Hasil : 1. Mudah dalam bernafas.(skala 3) 2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3) 3. Tidak adanya sianosis.(skala 3) 4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3) 5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3) DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi. Kriteria hasil : 1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3) 2. Ekspansi dada simetris.(skala 3) 3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3) 4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3) DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Kriteria hasil : 1. Tidak sesak nafas.(skala 3) 2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3) DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. 1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4) 2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4) 3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4) DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. NOC I Kriteria Hasil : 1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3) 2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3) 3. Tidak gelisah. (skala 3) 4. Perubahan warna kulit. (skala 3) 5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3) NOC II Kriteria Hasil : 1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3) 2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3) 3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3) 4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3) DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. NOC I Kriteria Hasil : 1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3) 2. Kestabilan prioritas. (skala 3) 3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3) 4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3) NOC II Kriteria Hasil : 1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3) 2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3) 3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3) 4. Kesehatan fisik anggota keluarga. F. Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : 1. Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. 2. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. 3.Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. 4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. B A B III P E N U T U P A. KESIMPULAN Asfiksia merupakan keadaan diman bayi tidak dapat bernafas scara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan tersebut disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai keasidosis metabolic. Asfiksia neonatus ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya Asfiksia neonatus ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat terjadi setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkan diantaranya, adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu risiko tinggi kehamilan data juga terjadi karena faktor placenta seperti janin dengan sulitio plasenta atau faktor janin nya sendiri seperti terjadi kalainan pada tali pusat dengan menmbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kemudian faktor persalinan itu juga sangat penting dalam menentukan terjadinya asfiksia atau seperti pada partus lama, partus dengan tindakakn tertentu ini dapat menyebabakna terjadinya sfiksia. Asfiksia ringan nya tergantung pada penatalaksanya, sedang kan pada bayi dengan asfiksia berat jika penanganan nya tidak tepat dapat menimbulkan kematian, serta kelainan syaraf. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menimbulkan kejang sampai koma, serta kelainan neurologist yang permanen seperti retardasi mental. B. SARAN merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan tersebut disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai keasidosis metabolic. Asfiksia sangat rentan untuk terjadinya sindrom gawat nafas dan dapat menimbulkan kematian pada bayi, sehingga akan menambah angka kematian bayi diindonesia ini. Maka diharapkan kepada ibu agar bayi nya kelak tidak terjadi asfiksia neonatus memeriksakan kehamilannya secara rutin, penuhi nutrisi yang adekuat, personal hygiene adekuat dan selalu menjaga kesehatannya. Dan juga kepada semua petugas kesehatan terutama perawat dapat memberikan pelayanan yang baik dan tindakan tepat pada bayi dengan asfiksia neonatus sehingga dapat menunjukkan hasil yang memuaskan, sehingga dapat meminimalkan komplikasi yang akan terjadi dan dapat menurunkan angka kematian bayi. DAFTAR PUSTAKA Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Disusun oleh : Kelompok 10 • Darwan • Muhammad Isa Abdilah • Suyanti PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN (PSIK) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA “ Dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Allah SWT 2. Ayahanda dan ibunda yang memberikan dorongan 3. Ibu Dessy Aryanti sekaligus pembimbing makalah 4. Semua pihak yang telah membantu terhadap kelancaran dan penyelesaian makalah ini. Penulis telah berupaya seoptimal mungkin untuk dapat menyelesaikan makalah dengan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran ilmu keperawatan khususnya, dan pendidikan pada umumnya. Cirebon, April 2011 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971)Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. 1.2 Rumusan Masalah • Mengetahui Pengertian Asfiksia? • Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia? • Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia? • Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia? • Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia? • Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia? • Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 UMUM : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan keperawatannya. 1.3.2 KHUSUS : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat : • Mengetahui Pengertian Asfiksia • Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia • Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia • Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia • Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia • Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia • Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur. 1.4 Sistematika Penulisan Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur. BAB II TEORITIS 2.1 Pengertian Asfiksia adalah keadaan yang disebabkan oleh karena otak mengalami hipoksemia dan hiperkarbia,selanjutnya dapat menyebabkan oedema otak dan bermacam-macam gangguan sirkulasi,secara klinis ditandai dengan skor Apgar rendah dan asidosis.(Taslim S,Neurologi Anak) Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.(Saiffudin, 2001) 2.2 JENIS ASFIKSIA Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu : 1. Asfiksia livida (biru) 2. Asfiksia pallida (putih) 2.3 KLASIFIKASI ASFIKSIA Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 Klinis 0 1 2 Detik jantung Tidak ada Kurang dari 100/menit lebih dari 100/menit Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat Refl waktu jalan napas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat Gerak aktif Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Ekstermitas biru Merah seluruh Tubuh 2.4 ETIOLOGI Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah : 1. Asfiksia dalam kehamilan a. Penyakit infeksi akut b. Penyakit infeksi kronik c. Keracunan oleh obat-obat bius d. Uraemia dan toksemia gravidarum e. Anemia berat f. Cacat bawaan g. Trauma 2. Asfiksia dalam persalinan a. Kekurangan O2. • Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) • Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri. • Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta. • Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul. • Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya. • Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta. • Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri. b. Paralisis pusat pernafasan • Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps • Trauma dari dalam : akibat obat bius. Penyebab asfiksia Stright (2004) 1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hipertensi ynag diinduksi ole kehamilan, obat-obatan iinfeksi. 2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal. 3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta. 4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat. 5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran. 2.5 PATOFISIOLOGI Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. 2.6 TANDA DAN GEJALA 1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. • Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia • Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia • Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat 2. Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru-biruan b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada c. Hipoksia d. Asidosis metabolik atau respiratori e. Perubahan fungsi jantung f. Kegagalan sistem multiorgan g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis. 2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG • Laboratorium biasanya ditemukan penurunan kadar hematokritdan peninggian trombosit akibat hiperaktifitas sum-sum tulang, Pungsi lumbal untuk menunjukkan adanya cairan spinal yang bercampur darah disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa. 2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) - Siapkan obat - Periksa alat yang akan digunakan, antara lain : • Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup • Tabung O2 terisi • Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat. - Pada waktu bayi lahir : Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati. Penatalaksanaan untuk Asfiksia : Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal. - Apgar Score I 7 – 10 : a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum. b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala. c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam. - Apgar Score I 4 – 6 : i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala. ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15 – 30 detik iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan ) - Apgar Score I 4 – 6 dengan detik jantung > 100
i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
- Apgar Score I 0 – 3 :
i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan segala akibatnya.
ii. Jangan diberi rangsangan taktil.
iii.Jangan diberi obat perangsang napas.
iv. Segera lakukan resusitasi.
RESUSITASI
Apgar Score 0 – 3 :
- Jangan diberi rangsangan taktil
- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration atau mask and pulmonator respiration,
kemudian bawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2
4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
2.9 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY “X” DENGAN ASFIKSIA NEONATUS

A. PENGKAJIAN PADA BAYI

1. Identitas data
a. Biodata Pasien
Nama anak : By X
Tempat/tgl lhr : padang/23 januari 2011
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : -
Anak ke : 1
BB : 2400

b. Identitas Penanggung jawab
Nama ibu : Ny. R
Umur : 28 thn
Pekerjaan : perawat
Pendidikan : PT
Alamat : vilaku indah IV, Cirebon

Nama ayah : Tn.
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : PT
Alamat : vilaku indah IV, Cirebon
Dx medis : asfiksia neonates
No. MR : 08121315
Tgl masuk RS : 22 januari 2011


2.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Partus lama, primipara, bayi tidak menangis kuat, pernafaan tidak teratur, tanpak sianosis, gerkakan tonus otot tidak aktif dan melemah. Dan berat bayi <2500 gr (2400 gr). b. Riwayat kehamilan dan kelahiran • Prenatal ibu mengatakan sewaktu hamil hanya menderita flu sedikit saja, pernah mual dan muntah diwaktu hamil muda, ibu lemah, kurang darah dan sering pusing. Ibu mengatakan, ibu teratur memeriksakan kehamilanya kedokter sspesialis kandungan dirumah sakit, ibu diperiksa diRS, dan ibu mengatakan dokter memberikan obat penambah darah atau tablet Fe.Ibu mengatakan, ibu hanya minum obat demam dan dan obat penambah darah. • Intranatal Usia kehamilan ibu cukup bulan saat partus, cara persalinan normal ditolong oleh dokter sp.oG, APGAR score pertama 4, BB 2400gr, Lk 9,6 cm • fPostnatal Tidak ada cacat congenital, tidak ikkterus, tidak kejang. c. Riwayat kesehatan • RKD Ibu mengatakan ibu mual dan muntah pada awal kehamilan • RKS Masuk RS tgl. 23 januari 2011, dimulai pengkajian pada tgl. 23 januari 2011, bayi tanpak sianosis, denyut jantung < 100/menit, pernafasan tidak teratur. Nilai APGAR pertama 4 dikarenakan partus lama. • RKK ibu mengeluhkan kurang darah, tanpak pucat, dan ibu sering pusing-pusing. Pemeriksaan d. Fisik Riwayat kesehatan dahulu: Ibu klien mengatakan adanya kelainan pada kehamilan yang dulu seperti Hipertensi,Premature,Keracunan obat bius,Anemia berat e. Riwayat kesehatan keluarga: Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular dan kronis,seperti TBC,Kusta,DM f. Genogram: 3. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum klien jelek • Rambut : sedikit dan tipis • Kulit kepala : kotor • Mata Kesimetrisan : simetris ki dan ka Konjungtiva : anemis Sclera : tdk ikterik Adanya isi bola mata • Telinga Kesimetrisan ki dan ka, adanya daun telinga, adanya lubang telinga, ada vernik karnisiosa. Tidak ekresi. • Hidung Adanya lubang hidung simetris ki dan ka dan adanya sekat pada hidung • Mulut Tidak ada labia skizis, palato skizis atau labia palato skizis. • Dada dan thorak I : warna kulit dada klien biru, tanpak usaha bernafas minimal P: terjadi retraksi dinding dada P: normal A: 90x/i • Abdomen I : perut tidak asites P : supel P : - A: bising usus (+) • Genetalia Laki-laki testis sudah turun kescrotum • Rectum dan anus Adanya lubang anus dan tanpak mekonium • Kulit/ intagumen kulit berwarna biru atau sianosi B. PENGKAJIAN FISIK SECARA FUNGSIONAL NO DATA SUBJECTIF DATA OBJECTIF 1. Data klinik Suhu : 37oc RR : 12x/i Nadi : 90x/i Ksadaran : Lk: 30cm (circumferensia sub accipito bregmantika) LILA : 9,6cm 2 .Nurisi dan metabolism a. Bayi blm ada menyusu dgn ibu nya b. Kulit sianosis Nutirisi dan metabolism c. Mukosa mulut Kering, bibir sianosis 3.Respirasi dan sirkulasi Tanpak retraksi dinding dada Respirasi dan sirkulasi a. Sianosis b. Banyak terdapat secret pada mulut bayi 4 Eliminasi Abdomen tdk asites BAB : tanpak pengeluaran mekonium Eliminasi a. abdomen b. tdk buncit dan supel BAB tanpak pengeluaran mekonium, warna kehitam2an c. Rectu/anus Ada lubang anus 5 Aktifitas dan latihan Ada pergerakan otot tapi lemah Aktifitas dan latihan Bentuk kaki normal, otot kaki ada pergeraka tapi lemah 6 Kognitif dan persepsi Kognitif dan persepsi Gerakan sedikit thp ransangan Konjungtiva, anemis dan tdk ikterik 7 Peran dan hubungan keluarga Ibu klien selalu menanyakan kondisi bayi nya. Peran dan hubungan keluarga Ibu klien selalu ada didekat klien, dan tanpak khawatir dhn kondisi klien. 8 Seksualitas/reproduksi C. PEMERIKSAAN PENUNJANG • PH tali pusat : 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna. • Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%. • Tes combs langsung pada daerah tali pusat. adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik. D. ANALISA DATA no DATA MASALAH ETIOLOGI 1 DO RR : 12x/i Nadi : 90x/i Tanpak sianosis Tanpak retraksi dinding dada Nilai APGAR pertama 4 Byk terdapat secret pada mulut bayi DS: Ibu klien mengatakan anak nya membiru Ibu klien mengatakan saat lahir anaknya tidak menangis kuat Bersihan jalan nafas tidak efektif produksi mukus banyak 2 DO RR : 12x/i Nadi : 90x/i Tanpak sianosis Tanpak retraksi dinding dada Nilai APGAR pertama 4 Byk terdapat secret pada mulut bayi PH tali pusat : 7,24 DS: Ibu klien mengatakan anak nya membiru Ibu klien mengatakan saat lahir anaknya tidak menangis kuat Pola nafas tidak efektif hipoventilasi 3 DO : Suhu : 37oc RR : 12x/i Nadi : 90x/i Nilai APGAR pertama 4 Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61% DS : Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh. kurangnya suplai O2 dalam darah E. DIAGNOSA KEPERAWATAN I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga. F. INTERVENSI DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar. NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas Kriteria Hasil : 1. Tidak menunjukkan demam. 2. Tidak menunjukkan cemas. 3. Rata-rata repirasi dalam batas normal. 4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas. 5. Tidak ada suara nafas tambahan. NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas Kriteria Hasil : 1. Mudah dalam bernafas. 2. Tidak menunjukkan kegelisahan. 3. Tidak adanya sianosis. 4. PaCO2 dalam batas normal. 5. PaO2 dalam batas normal. 6. Keseimbangan perfusi ventilasi Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan 6 NIC I : Suction jalan nafas 7 Intevensi : 1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction . 3. Beritahu keluarga tentang suction. 4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan. 5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction. NIC II : Resusitasi : Neonatus 1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan. 2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik. 3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi. 4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium. 5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah. 6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi. 7. Monitor respirasi. 8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat. DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif. NOC : Status respirasi : Ventilasi Kriteria hasil : 1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif. 2. Ekspansi dada simetris. 3. Tidak ada bunyi nafas tambahan. 4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal. Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC : Manajemen jalan nafas Intervensi : 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender. 2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan. 3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi. 4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas 5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu. 6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan. DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi. NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas Kriteria hasil : 1. Tidak sesak nafas 2. Fungsi paru dalam batas normal Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC : Manajemen asam basa Intervensi : 1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum. 2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri 3) Pantau hasil Analisa Gas Darah DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah. NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak Kriteria hasil : 1. Bebas dari cidera/ komplikasi. 2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak. 3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama. Keterangan Skala : 1 : Tidak sama sekali 2 : Sedikit 3 : Agak 4 : Kadang 5 : Selalu NIC : Kontrol Infeksi Intervensi : 1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi. 2. Pakai sarung tangan steril. 3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali. 4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan. 5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag). DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal. NOC I : Termoregulasi : Neonatus Kriteria Hasil : 1. Temperatur badan dalam batas normal. 2. Tidak terjadi distress pernafasan. 3. Tidak gelisah. 4. Perubahan warna kulit. 5. Bilirubin dalam batas normal. Keterangan skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC I : Perawatan Hipotermi Intervensi : 1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat. 2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll. 3. Monitor temperatur dan warna kulit. 4. Monitor TTV. 5. Monitor adanya bradikardi. 6. Monitor status pernafasan. NIC II : Temperatur Regulasi Intervensi : 1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil. 2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat. 3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu. DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat. NOC I : Koping keluarga Kriteria Hasil : 1. Percaya dapat mengatasi masalah. 2. Kestabilan prioritas. 3. Mempunyai rencana darurat. 4. Mengatur ulang cara perawatan. Keterangan skala : 1 : Tidak pernah dilakukan 2 : Jarang dilakukan 3 : Kadang dilakukan 4 : Sering dilakukan 5 : Selalu dilakukan NOC II : Status Kesehatan Keluarga Kriteria Hasil : 1. Status kekebalan anggota keluarga. 2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. 3. Akses perawatan kesehatan. 4. Kesehatan fisik anggota keluarga. Keterangan Skala : 1 : Selalu Menunjukkan 2 : Sering Menunjukkan 3 : Kadang Menunjukkan 4 : Jarang Menunjukkan 5 : Tidak Menunjukkan NIC I : Pemeliharaan proses keluarga Intervensi : 1. Tentukan tipe proses keluarga. 2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga. 3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada. 4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi. NIC II : Dukungan Keluarga Intervensi : 1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik. 2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga. 3. Beri harapan realistik. 4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga. E. EVALUASI DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak. NOC I Kriteria Hasil : 1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3) 2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3) 3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3) 4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3) 5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3) NOC II Kriteria Hasil : 1. Mudah dalam bernafas.(skala 3) 2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3) 3. Tidak adanya sianosis.(skala 3) 4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3) 5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3) DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi. Kriteria hasil : 1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3) 2. Ekspansi dada simetris.(skala 3) 3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3) 4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3) DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Kriteria hasil : 1. Tidak sesak nafas.(skala 3) 2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3) DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. 1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4) 2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4) 3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4) DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. NOC I Kriteria Hasil : 1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3) 2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3) 3. Tidak gelisah. (skala 3) 4. Perubahan warna kulit. (skala 3) 5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3) NOC II Kriteria Hasil : 1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3) 2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3) 3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3) 4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3) DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius. NOC I Kriteria Hasil : 1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3) 2. Kestabilan prioritas. (skala 3) 3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3) 4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3) NOC II Kriteria Hasil : 1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3) 2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3) 3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3) 4. Kesehatan fisik anggota keluarga. F. Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : 1. Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. 2. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. 3.Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. 4. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. B A B III P E N U T U P A. KESIMPULAN Asfiksia merupakan keadaan diman bayi tidak dapat bernafas scara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan tersebut disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai keasidosis metabolic. Asfiksia neonatus ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya Asfiksia neonatus ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat terjadi setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkan diantaranya, adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu risiko tinggi kehamilan data juga terjadi karena faktor placenta seperti janin dengan sulitio plasenta atau faktor janin nya sendiri seperti terjadi kalainan pada tali pusat dengan menmbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kemudian faktor persalinan itu juga sangat penting dalam menentukan terjadinya asfiksia atau seperti pada partus lama, partus dengan tindakakn tertentu ini dapat menyebabakna terjadinya sfiksia. Asfiksia ringan nya tergantung pada penatalaksanya, sedang kan pada bayi dengan asfiksia berat jika penanganan nya tidak tepat dapat menimbulkan kematian, serta kelainan syaraf. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menimbulkan kejang sampai koma, serta kelainan neurologist yang permanen seperti retardasi mental. B. SARAN merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan tersebut disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai keasidosis metabolic. Asfiksia sangat rentan untuk terjadinya sindrom gawat nafas dan dapat menimbulkan kematian pada bayi, sehingga akan menambah angka kematian bayi diindonesia ini. Maka diharapkan kepada ibu agar bayi nya kelak tidak terjadi asfiksia neonatus memeriksakan kehamilannya secara rutin, penuhi nutrisi yang adekuat, personal hygiene adekuat dan selalu menjaga kesehatannya. Dan juga kepada semua petugas kesehatan terutama perawat dapat memberikan pelayanan yang baik dan tindakan tepat pada bayi dengan asfiksia neonatus sehingga dapat menunjukkan hasil yang memuaskan, sehingga dapat meminimalkan komplikasi yang akan terjadi dan dapat menurunkan angka kematian bayi. DAFTAR PUSTAKA Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Disusun oleh : Kelompok 10 • Darwan • Muhammad Isa Abdilah • Suyanti PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN (PSIK) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA “ Dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Allah SWT 2. Ayahanda dan ibunda yang memberikan dorongan 3. Ibu Dessy Aryanti sekaligus pembimbing makalah 4. Semua pihak yang telah membantu terhadap kelancaran dan penyelesaian makalah ini. Penulis telah berupaya seoptimal mungkin untuk dapat menyelesaikan makalah dengan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran ilmu keperawatan khususnya, dan pendidikan pada umumnya. Cirebon, April 2011 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(1971)Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. 1.2 Rumusan Masalah • Mengetahui Pengertian Asfiksia? • Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia? • Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia? • Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia? • Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia? • Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia? • Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 UMUM : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan keperawatannya. 1.3.2 KHUSUS : Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat : • Mengetahui Pengertian Asfiksia • Mengetahui Tanda dan Gejala Asfiksia • Mengetahui Faktor Penyebab Asfiksia • Mengetahui Perjalanan Penyakit Asfiksia • Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia • Mengetahui tentang Problem tree dari Asfiksia • Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur. 1.4 Sistematika Penulisan Dalam pembuatan makalah kali ini, kami menggunakan metode kepustakaan atau literatur. BAB II TEORITIS 2.1 Pengertian Asfiksia adalah keadaan yang disebabkan oleh karena otak mengalami hipoksemia dan hiperkarbia,selanjutnya dapat menyebabkan oedema otak dan bermacam-macam gangguan sirkulasi,secara klinis ditandai dengan skor Apgar rendah dan asidosis.(Taslim S,Neurologi Anak) Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.(Saiffudin, 2001) 2.2 JENIS ASFIKSIA Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu : 1. Asfiksia livida (biru) 2. Asfiksia pallida (putih) 2.3 KLASIFIKASI ASFIKSIA Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9 Klinis 0 1 2 Detik jantung Tidak ada Kurang dari 100/menit lebih dari 100/menit Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat Refl waktu jalan napas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat Gerak aktif Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Ekstermitas biru Merah seluruh Tubuh 2.4 ETIOLOGI Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah : 1. Asfiksia dalam kehamilan a. Penyakit infeksi akut b. Penyakit infeksi kronik c. Keracunan oleh obat-obat bius d. Uraemia dan toksemia gravidarum e. Anemia berat f. Cacat bawaan g. Trauma 2. Asfiksia dalam persalinan a. Kekurangan O2. • Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) • Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri. • Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta. • Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul. • Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya. • Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta. • Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri. b. Paralisis pusat pernafasan • Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps • Trauma dari dalam : akibat obat bius. Penyebab asfiksia Stright (2004) 1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hipertensi ynag diinduksi ole kehamilan, obat-obatan iinfeksi. 2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal. 3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta. 4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat. 5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran. 2.5 PATOFISIOLOGI Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. 2.6 TANDA DAN GEJALA 1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. • Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia • Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia • Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat 2. Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru-biruan b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada c. Hipoksia d. Asidosis metabolik atau respiratori e. Perubahan fungsi jantung f. Kegagalan sistem multiorgan g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis. 2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG • Laboratorium biasanya ditemukan penurunan kadar hematokritdan peninggian trombosit akibat hiperaktifitas sum-sum tulang, Pungsi lumbal untuk menunjukkan adanya cairan spinal yang bercampur darah disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa. 2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) - Siapkan obat - Periksa alat yang akan digunakan, antara lain : • Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup • Tabung O2 terisi • Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat. - Pada waktu bayi lahir : Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati. Penatalaksanaan untuk Asfiksia : Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal. - Apgar Score I 7 – 10 : a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum. b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala. c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam. - Apgar Score I 4 – 6 : i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala. ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15 – 30 detik iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan ) - Apgar Score I 4 – 6 dengan detik jantung > 100
i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
- Apgar Score I 0 – 3 :
i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan segala akibatnya.
ii. Jangan diberi rangsangan taktil.
iii.Jangan diberi obat perangsang napas.
iv. Segera lakukan resusitasi.
RESUSITASI
Apgar Score 0 – 3 :
- Jangan diberi rangsangan taktil
- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration atau mask and pulmonator respiration,
kemudian bawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial :
- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2
4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
2.9 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY “X” DENGAN ASFIKSIA NEONATUS

A. PENGKAJIAN PADA BAYI

1. Identitas data
a. Biodata Pasien
Nama anak : By X
Tempat/tgl lhr : padang/23 januari 2011
Umur : 1 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : -
Anak ke : 1
BB : 2400

b. Identitas Penanggung jawab
Nama ibu : Ny. R
Umur : 28 thn
Pekerjaan : perawat
Pendidikan : PT
Alamat : vilaku indah IV, Cirebon

Nama ayah : Tn.
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : PT
Alamat : vilaku indah IV, Cirebon
Dx medis : asfiksia neonates
No. MR : 08121315
Tgl masuk RS : 22 januari 2011


2.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Partus lama, primipara, bayi tidak menangis kuat, pernafaan tidak teratur, tanpak sianosis, gertu hamil muda, ibu lemah, kakan tonus otot tidak aktif dan melemah. Dan berat bayi <2500 gr (2400 gr).
b. Riwayat kehamilan dan kelahiran
• Prenatal
ibu mengatakan sewaktu hamil hanya menderita flu sedikit saja, pernah mual dan muntah diwakkurang darah dan sering pusing.
Ibu mengatakan, ibu teratur memeriksakan kehamilanya kedokter sspesialis kandungan dirumah sakit, ibu diperiksa diRS, dan ibu mengatakan dokter
memberikan obat penambah darah atau tablet Fe.Ibu mengatakan, ibu hanya minum obat demam dan dan obat penambah darah.
• Intranatal
Usia kehamilan ibu cukup bulan saat partus, cara persalinan normal ditolong oleh
dokter sp.oG, APGAR score pertama 4, BB 2400gr, Lk 9,6 cm
• fPostnatal
Tidak ada cacat congenital, tidak ikkterus, tidak kejang.
c. Riwayat kesehatan
• RKD
Ibu mengatakan ibu mual dan muntah pada awal kehamilan
• RKS
Masuk RS tgl. 23 januari 2011, dimulai pengkajian pada tgl. 23 januari 2011, bayi tanpak sianosis, denyut jantung < 100/menit, pernafasan tidak teratur. Nilai
APGAR pertama 4 dikarenakan partus lama.
• RKK
ibu mengeluhkan kurang darah, tanpak pucat, dan ibu sering pusing-pusing. Pemeriksaan
d. Fisik Riwayat kesehatan dahulu:
Ibu klien mengatakan adanya kelainan pada kehamilan yang dulu seperti Hipertensi,Premature,Keracunan obat bius,Anemia berat

e. Riwayat kesehatan keluarga: Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular dan kronis,seperti TBC,Kusta,DM
f. Genogram:







3. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum klien jelek
• Rambut : sedikit dan tipis
• Kulit kepala : kotor
• Mata
Kesimetrisan : simetris ki dan ka
Konjungtiva : anemis
Sclera : tdk ikterik
Adanya isi bola mata
• Telinga
Kesimetrisan ki dan ka, adanya daun telinga, adanya lubang telinga, ada vernik
karnisiosa. Tidak ekresi.
• Hidung
Adanya lubang hidung simetris ki dan ka dan adanya sekat pada hidung
• Mulut
Tidak ada labia skizis, palato skizis atau labia palato skizis.
• Dada dan thorak
I : warna kulit dada klien biru, tanpak usaha bernafas minimal
P: terjadi retraksi dinding dada
P: normal
A: 90x/i
• Abdomen
I : perut tidak asites
P : supel
P : -
A: bising usus (+)
• Genetalia
Laki-laki testis sudah turun kescrotum
• Rectum dan anus
Adanya lubang anus dan tanpak mekonium
• Kulit/ intagumen
kulit berwarna biru atau sianosi

B. PENGKAJIAN FISIK SECARA FUNGSIONAL
NO DATA SUBJECTIF DATA OBJECTIF
1. Data klinik
Suhu : 37oc
RR : 12x/i
Nadi : 90x/i
Ksadaran :
Lk: 30cm (circumferensia sub accipito bregmantika)
LILA : 9,6cm
2 .Nurisi dan metabolism
a. Bayi blm ada menyusu dgn ibu nya
b. Kulit sianosis Nutirisi dan metabolism
c. Mukosa mulut
Kering, bibir sianosis
3.Respirasi dan sirkulasi
Tanpak retraksi dinding dada
Respirasi dan sirkulasi
a. Sianosis
b. Banyak terdapat secret pada mulut bayi
4 Eliminasi
Abdomen tdk asites
BAB : tanpak pengeluaran mekonium Eliminasi
a. abdomen
b. tdk buncit dan supel
BAB tanpak pengeluaran mekonium, warna kehitam2an
c. Rectu/anus
Ada lubang anus
5 Aktifitas dan latihan
Ada pergerakan otot tapi lemah Aktifitas dan latihan
Bentuk kaki normal, otot kaki ada pergeraka tapi lemah
6 Kognitif dan persepsi Kognitif dan persepsi
Gerakan sedikit thp ransangan
Konjungtiva, anemis dan tdk ikterik
7 Peran dan hubungan keluarga
Ibu klien selalu menanyakan kondisi bayi nya. Peran dan hubungan keluarga
Ibu klien selalu ada didekat klien, dan tanpak khawatir dhn kondisi klien.
8 Seksualitas/reproduksi
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• PH tali pusat : 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. adanya kompleks antigen-antibodi pada
membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
D. ANALISA DATA
no DATA MASALAH ETIOLOGI
1 DO
RR : 12x/i
Nadi : 90x/i
Tanpak sianosis
Tanpak retraksi dinding dada
Nilai APGAR pertama 4
Byk terdapat secret pada mulut bayi
DS:
Ibu klien mengatakan anak nya membiru
Ibu klien mengatakan saat lahir anaknya tidak menangis kuat Bersihan jalan nafas tidak
efektif produksi mukus banyak
2 DO
RR : 12x/i
Nadi : 90x/i
Tanpak sianosis
Tanpak retraksi dinding dada
Nilai APGAR pertama 4
Byk terdapat secret pada mulut bayi
PH tali pusat : 7,24
DS:
Ibu klien mengatakan anak nya membiru
Ibu klien mengatakan saat lahir anaknya tidak menangis kuat

Pola nafas tidak efektif hipoventilasi
3 DO :
Suhu : 37oc
RR : 12x/i
Nadi : 90x/i
Nilai APGAR pertama 4
Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%
DS :
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh. kurangnya suplai O2 dalam darah

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

F. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas
lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
6 NIC I : Suction jalan nafas
7 Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas
menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko
cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali
pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag)
atau antigen E (Hbe Ag).
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna
kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.
DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.
E. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)
DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)
DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
B A B III
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Asfiksia merupakan keadaan diman bayi tidak dapat bernafas scara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan tersebut disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai keasidosis metabolic. Asfiksia neonatus ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya Asfiksia neonatus ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat terjadi setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkan diantaranya, adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu risiko tinggi kehamilan data juga terjadi karena faktor placenta seperti janin dengan sulitio plasenta atau faktor janin nya sendiri seperti terjadi kalainan pada tali pusat dengan menmbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kemudian faktor persalinan itu juga sangat penting dalam menentukan terjadinya asfiksia atau seperti pada partus lama, partus dengan tindakakn tertentu ini dapat menyebabakna terjadinya sfiksia.
Asfiksia ringan nya tergantung pada penatalaksanya, sedang kan pada bayi dengan asfiksia berat jika penanganan nya tidak tepat dapat menimbulkan kematian, serta kelainan syaraf. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menimbulkan kejang sampai koma, serta kelainan neurologist yang permanen seperti retardasi mental.
B. SARAN
merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan tersebut disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai keasidosis metabolic. Asfiksia sangat rentan untuk terjadinya sindrom gawat nafas dan dapat menimbulkan kematian pada bayi, sehingga akan menambah angka kematian bayi diindonesia ini. Maka diharapkan kepada ibu agar bayi nya kelak tidak terjadi asfiksia neonatus memeriksakan kehamilannya secara rutin, penuhi nutrisi yang adekuat, personal hygiene adekuat dan selalu menjaga kesehatannya. Dan juga kepada semua petugas kesehatan terutama perawat dapat memberikan pelayanan yang baik dan tindakan tepat pada bayi dengan asfiksia neonatus sehingga dapat menunjukkan hasil yang memuaskan, sehingga dapat meminimalkan komplikasi yang akan terjadi dan dapat menurunkan angka kematian bayi.


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika

ASKEP GASTROENTRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit gastroentritis hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar di antara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.
Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat dari pada gastroentritis, karena istilah yang disebut terahir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya di sebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebbih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare atau gastroenteritis pada anak-anak atau usia lanjut, di mana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang sampai berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.
Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas atau balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama bagi masyarakat yang berkunjung ke puskesmas.
Di negara berkembang, angka kejadian diare atau gastroenteritis sangat bervariasi sesuai umur penderita. Tapi umumnya angka kejadiannya pada usia dua tahun pertama dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. Namun, puncak angka kejadian adalah pada anak usia antara enam sampai tujuh bulan. Di samping itu diare juga merupakan merupakan penyebab kematian yang penting di negara berkembang.
Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu salah satunya bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “Keperawatan Anak 2”. Disamping itu, tujuan memberikan informasi, gambaran, keterangan, serta penjelasan-penjelasan mengenai “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Gastroentritis”.
1.3 Lingkup Penulisan
1.3.1 Pengertian Gastroentritis
1.3.2 Tanda dan Gejala
1.3.3 Penyebab
1.3.4 Perjalanan Penyakit (Patogenesis)
1.3.5 Penatalaksanaan Medis (Pengobatan)
1.3.6 Penatalaksanaan Keperawatan (Asuhan Keperawatan)


1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini meliputi :
BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, lingkup penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Pustaka yang terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perjalanan penyakit (patogenesis), penatalaksanaan medis (pengobatan) serta penatalaksanaan keperawatan (Asuhan Keperawatan).
BAB III
Penutup yang terdiri dari kesimpulan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gatroentritis
Ada beberapa pengertian dari Gastoentritis yaitu antara lain sebagai berikut :
 Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak. dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
 Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980).
 Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
 Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
 Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
 Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
 Gastro adalah penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme yang tertelan bersamaan dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Virus atau bakteri tersebut menyerang organ pencernaan sehingga menyebabkan rasa mual, muntah, diare, dan kejang pada perut. Terkadang juga menyebabkan demam atau sakit kepala.

Jadi dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

2.2 Tanda dan Gejala
Gastroentritis memiliki tanda dan gejala yaitu mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair an mungkin disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama berubbah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan kesimbangan asam-basa dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Gastroentritis biasanya terjadi selama satu sampai tiga hari sejak terinfeksi virus dan dapat memiliki gejala dari yang ringan sampai yang berat. Biasanya gejala tersebut akan hilang hanya dengan satu hari atau dua hari, tetapi terkadang sampai sepuluh hari.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonic dan hipertonik.
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM biasanya dirawat penderita dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12 ½ %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat trjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi, dieresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis metabolic, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul).
Asidosis metabolic terjadi karena :
1. Kehilangan NaHCO3 melalui tinja.
2. Ketosis kelaparan.
3. Produk-produk metabolic yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (oleh karena oliguria atau anuria).
4. Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel.
5. Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar natrium dalam plasma 130-150 mEq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/l.
Dari penderita-penderita yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM ditemukan 77,8% dengan dehidasi isotonic, 12,7% dehidrasi hipertonik dan 9,5% dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampaknya tidak begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun sedangkan turgor dan tonus tidak begitu buruk.

2.3 Penyebab (Etiologi)
Anak dapat mengalami gastroentritis ketika anak memakan atau meminum makanan dan air yang terkontaminasi. Atau bisa juga apabila sering berbagi peralatan, handuk atau makanan dengan seseorang yang terinfeksi.




Beberapa virus yang dapat menjadi penyebab gastroentritis adalah sebagai berikut:
1. Rotavirus.
Virus ini biasanya menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak. Orang dewasa yang terinfeksi rotavirus biasanya tidak memiliki gejala.
2. Noroviruses.
Norovirus dapat menyebar di dalam komunitas ataupun keluarga. Penyebaran virus dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, akan tetapi penyebaran melalui orang ke orang dapat terjadi.
Disini juga terdapat beberapa faktor penyebab anak mengalami penyakit gastroenteritis yaitu antara lain sebagai berikut :
 Faktor Infeksi
a. Infeksi Enternal, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare (gastroenteritis) pada anak. Infeksi enternal ini meliputi :
 Infeksi Bakteri
Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi Virus
Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
 Infeksi Parasit
Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat paa bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.


 Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi Karbohidrat, yaitu : Disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa an sukrosa), Monosakarida (Intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
2. Malabsorbsi Lemak
3. Malabsorbsi Protein
 Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
 Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

2.4 Perjalanan Penyakit (Patogenesis)
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Osmotik
Akibat makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ).
2. Gangguan Sekresi
Akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
3. Gangguan Motilitas Usus
Mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

Patogenesis diare akut atau gastrontritis akut,yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare kronis atau gastroenteritis kronis, yaitu lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

2.5 Penatalaksanaan Medis (Pengobatan)
 Puasa sampai rehidrasi.
 Cairan dan elektrolit parenteral (kalium boleh diberikan dalam larutan parenteral setelah fungsi ginjal dijamin melalui pengecekan haluaran urine.
 Pada diare kronis atau gastroenteritis kronis, hiperalimentasi mungkin diperlukan penggantian pengeluaran feses dengan cairan parenteral sesuai kebutuhan untuk menjamin hidrasi adekuat.
 Penggunaan terapi rehidrasi oral yaitu saluran usus digunakan untuk memberikan masukkan cairan adekuat untuk rehidrasi dan untuk menghindari penggunaan terapi intravena, tetapi juga bermanfaat untuk mencegah dehidrasi dan perawatan di rumah sakit bila dilakukan pada gastroenteritis tahap awal. Terapi rehidrasi oral ini mungkin diperbolehkan jika anak mengalami dehidrasi kurang dari 10%, muntah minimal dan feses kurang dari 10 ml/kg/jam. Masukan dan haluaran.
 Terapi antibiotik, salep topical untuk ekskoriasi bokong.
 Tes feses untuk mengetahui darah samar, pH dan substansi yang ikut terbuang.
 Tanda vital tiap 1-2 jam.
 Pemberian makan cair sedikit tapi sering, secara berangsur diet ditingkatkan sesuai toleransi.
 Periksa anggota keluarga yang lain (pengumpulan bahan feses) dan mengobati secara tepat.
Penatalaksanaan Medis (Pengobatan) dalam gastroenteritis, dasar pengobatan gastroenteritis yaitu antara lain :
1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)
1). Pemberian cairan pada diare dehidrasi murni.
 Jenis cairan
a. Cairan rehidrasi oral (oral rehydration salts).
 Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut atau gastroenteritis akut pada anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut oralit.
 Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mngandung NaCl dan sukrosa atau karbohidratlain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut atau gastroenteritis akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
b. Cairan parenteral
 DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%).
 RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%).
 RL (Ringer Laktat).
 3@ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Natrium Laktat 1/6 mol/l.
 DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%).
 RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat + 3 bagian glukosa 5-10%).
 Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ % atau 4 bagian glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9%).
 Jalan pemberian cairan
a. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
b. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa ddehidrasi, tetapi anak tidak mau minum atau kesadaran menurun.
c. Intravena untuk dehidrasi berat.
 Jumlah cairan

Tabel 1 : Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun.
Derajat Dehidrasi PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250


Tabel 2 : Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
Derajat Dehidrasi PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185

Tabel 3 : Jumlah cairan yang hilang pada dehidrasi berat menurut berat badan penderita dan umur
Berat Badan Umur PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
-3 kg -1 bulan 150 125 25 300
3-10 kg 1 bln–2 thn 125 100 25 250
10-15 kg 2-5 thn 100 80 25 205
15-25 kg 5-10 thn 80 65 25 170

Keterangan : * PWL = Previous Water Loss (ml/kgbb).
** NWL = Normal Water Losses (ml/kgbb).
*** CWL = Concomitant Water Losses (ml/kgbb).
 Jadwal (kecepatan) pemberian cairan.
a. Belum ada dehidrasi
 Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setiap kali buang air besar.
 Parenteral dibagi rata dalam 24 jam.
b. Dehidrasi ringan
 1 jam pertama : 25-50 ml/kgbb peroral atau intragastrik.
 Selanjutnya : 125 ml/kgbb/hari atau ad libitum.
c. Dehidrasi sedang
 1 jam pertama : 50-100 ml/kgbb peroral atau intragastrik.
 Selanjutnya : 125 ml/kgbb/ hari atau ad libitum.
d. Dehidrasi berat
 Untuk anak 1 bulan – 2 bulan dengan berat badan 3-10 kg.
 1 jam pertama : 40 ml/kgbb/jam atau = 10 tetes /kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau = 13 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
 7 jam kemudian : 12 ml/kgbb/jam atau = 3 tetes/kgbb/menit (dengan infuse berukuran 1 ml = 15 tetes) atau = 4 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
 16 jam berikut : 125 ml/kgbb oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
 1 jam pertama : 30 ml/kgbb/jam atau = 8 tete/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 10 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 7 jam kemudian : 10 ml/kgbb/jam atau = 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgbb oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 Untuk bayi baru lahir (neonates) dengan berat badan 2-3 kg.
 Kebutuhan cairan = 125 ml + 100 ml +25 ml = 250 ml/kgbb/24 jam.
 Jenis cairan : Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5%) + bagian NaHCO3 1 ½ %).
 Kecepatan :
 4 jam pertama : 25 ml/kgbb/jam atau = 6 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 8 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau = 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = tetes) atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg.
 Kebutuhan cairan = 250 ml/kgbb/24jam.
 Jenis cairan : cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO31 ½ %).
 Kecepatan :
 4 jam pertama : 25 ml/kgbb/20 jam atau = 6 tetes kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 8 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
 20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau = 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
2). Pemberian cairan pada malnutrisi energi protein dengan diare dehidrasi berat.
 Malnutrisi energi protein ringan, sedang dan berat tipe marasmus dengan diare dehidrasi berat.
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan = PWL + NWL +CWL (dalil Darrow).
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg jumlah cairan 250 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikut : 190 ml/kgbb/20 jam 10 ml/kgbb/jam atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 3 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
 Malnutrisi energi protein berat tipe marasmik – kwashiorkor dan tipe kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat.
Jenis cairan = 4/5 (PWL + NWL + CWL).
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg jumlah cairan 4/5 x 250 ml = 200 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau 7 ml/kgbb/jam atau = 1 ¾ tetes/kgbb/menit ( 1 ml = tetes) atau = 2 ¼ tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
3). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat dengan bronkopneumonia tanpa disertai kelainan jantung.
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti diare dehidrasi berat dengan bronkopneumonia.
4). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat dengan malnutrisi energi protein berat tipe marasmik – kwashiorkor dan tipe kwashiorkor yang disertai bronkopneumonia, tanpa kelainan jantung.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti pada malnutrisi energi protein berat tipe marasmik-kwashiorkor dan tipe kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat.
5). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat dengan kelainan jantung bawaan (congenital heart disease, disingkat chd)
 CHD dengan right to left shunt, disertai diare dhidrasi berat.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan : PWL+ NWL+CWL
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg, jumlah cairan 250 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 CHD dengan left to right shunt, disertai diare dehidrasi berat.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan = 4/5 (PWL+ NWL+CWL).
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg, jumlah cairan 4/5 x 250 ml = 200 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 4/5 x 60 ml/kgbb/4 jam atau 12 ml/kgbb/jam atau = 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 4 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
20 jam berikutnya : 152 ml/kgbb/20 jam atau 7 ml/kgbb/jam atau = 1 ¾ tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 2 ¼ tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 CHD dengan gagal.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti pada CHD dengan left to right shunt yang disertai diare dehidrasi berat.
6). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat yang disertai kejang.
Jenis caran : DG aa (yang saat ini digunakan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM), tetapi ada juga ahli yang menganjurkan pemberian cairan yang mengandung natrium lebih rendah, yaitu DG 1: 2.
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg, jumlah cairan 250 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 l/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikutnya : 190 ml/kgbb/20 jam atau 10 ml/kgbb/jam atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 3 tetes/kgbb/ menit (1 ml = 20 tetes).
Pemberian cairan pada dehidrasi karena masukan (intake) kurang.
1. Tanpa asidosis
Jenis cairan : Cairan 3 : 1 (3 bagian glukosa 5-10 % + 1 bagian NaCl 0,9%) + KCl mEq/1.
Jumlah cairan : Tergantung dari derajat dehidrasinya.
Kecepatan : Dibagi rata selama 24 jam.
2. Dengan asidosis
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan : Tergantung derajat dehidrasinya.
Kecepatan : Dibagi rata selama 24 jam.
2. Pengobatan dietetik
1). Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg.
 Jenis makanan :
a. Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
b. Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena dirumah sudah biasa diberi makanan padat.
c. Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak berantai sedang/ tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
 Caranya :
a. Hari 1 : - Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral.
- Bila diberi ASI atau susu formula, diare masih sering, hendaknya diberikan oralit atau air tawar selang seling dengan ASI, misalnya : 2 x ASI/ susu formula rendah laktosa, 1x oralit/ air tawar atau 1 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/ air tawar.
b. Hari 2-4 : ASI atau susu formula rendah laktosa, penuh.
c. Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan
kelainan yang ditemukan (dari hasil pemeriksaan
laboraturium). Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan
susu biasa seperti SGM, Lactogen, Dancow dan
sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan umur
dan berat badan bayi.
2). Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
 Jenis makanan :
a. Makanan padat atau makanan cair/ susu sesuai dengan kebiasaan makan dirumah.
 Caranya :
a. Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti buah (pis
ang) biskuit dan Breda (Bubur realimentasi daging ayam) da
n ASI diteruskan (bila masih ada) ditambahi oralit.
b. Hari 2 : Breda, buah, biscuit, ASI.
c. Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit dan ASI.
d. Hari 4 : Makan biasa dengan ekstra kalori (1 ½ x kebutuhan)
e. Hari 5 : Dipulangkan dengan nasehat seperti hari 4.
3. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).
1. Obat anti sekresi
a. Asetosal
Dosis : 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
b. Klorpromazin
Dosis : 0.5 – 1 mg/kgbb/hari.
2. Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut.
3. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, peptin, carcoal, tabonal dan sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
4. Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali bila penyebabnya jelas seperti :
 Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgbb/hari.
 Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgbb/hari.
Antibiotika lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti misalnya :
 Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgbb/hari
 Infeksi sedang (Bronkhitis, diberikan penisilin prokain atau ampisilin 50 mg/kgbb/hari.
 Infeksi berat (Misal bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari atau ampisilin 75-100 mg/kgbb/hari ditambah gentamisin 6 mg/kgbb/hari atau derivat sefalosporin 30-50 mg/kgbb/hari.





2.6 Penatalaksanaan Keperawatan (Asuhan Keperawatan)
2.6.1 Pengkajian
2.6.1.1 Pengumpulan Data
2.6.1.1.1 Anamnesa
2.6.1.1.1.1 Identitas Klien
2.6.1.1.1.2 Keluhan Utama
Faeces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
2.6.1.1.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
Menggunakan PQRST
 Tanyakan pada ibu sudah berapa lama diare atau gastroenteritis?
 Apakah BAB berdarah?
 Apa yang dimakan/ dimimum sebelum terkena diare atau gastroenteritis?
 Dimana terjadinya kontak dengan mikroorganisme?
2.6.1.1.1.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
2.6.1.1.1.5 Riwayat Psikososial Keluarga
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
2.6.1.1.2 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum :
Penampilan kesadaran.
 Sistem Integumen :
Turgor kulit, warna, cafilary refil.
 Daerah Kepala & Leher :
Rambut, ubun cekung atau tidak, leher ada pembesaran/ tidak.
 Mata :
Sklera, kelopak mata bawah, kongjungtiva, pupil.
 Telinga :
Kotor, cairan yang keluar.
 Hidung :
Pernafasan cuping hidung, kesimetrisan.
 Mukosa :
Warna lidah, lembab atau kering.
 Thorax :
Dada; kesimetrisan, Paru; bunyi nafas, Jantung; bunyi normal/ tidak.
 Abdomen :
Ada distensi abdomen / tidak, bising usus.
 Extermitas :
Atas atau bawah terpasang infuse atau tidak.
 Genetalia :
Kebersihannya.
a. Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
 Inspeksi :
Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
 Perkusi :
Adanya distensi abdomen.
 Palpasi :
Turgor kulit kurang elastic.
 Auskultasi :
Terdengarnya bising usus.
2.6.1.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2.6.1.2 Analisa Data
2.6.1.2.1 Data Fokus
 Data Subjektif
Klien anak menangis (cengeng).
 Data Objektif
Feses semakin cair, muntah, dehidrasi, berat badan menurun, ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
2.6.1.2.2 Etiologi (Penyebab) Pathway

2.6.2 Diagnosa Keperawatan
2.6.2.1 Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2.6.2.2 Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
2.6.2.3 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
2.6.2.4 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
2.6.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
2.6.2.6 Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
2.6.3 Intervensi Keperawatan
2.6.3.1 DxNs 1
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
 Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi.
 Kriteria Hasil :
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang.
 Intervensi Keperawatan :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
2.6.3.2 DxNs 2
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
 Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi.
 Kriteria Hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
 Intervensi Keperawatan :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
2.6.3.3 DxNs 3
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
 Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi.
 Kriteria Hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada.
 Intervensi Keperawatan :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
2.6.3.4 DxNs 4
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
 Tujuan :
Nyeri dapat teratasi.
 Kriteria Hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang.
 Intervensi Keperawatan :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
2.6.3.5 DxNs 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
 Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat.
 Kriteria Hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
 Intervensi Keperawatan :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
2.6.3.6 DxNs 6
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
 Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan.
 Kriteria Hasil :
Klien menunjukkan penurunan tingkat kecemasan.
 Intervensi Keperawatan :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

2.6.4 Evaluasi
2.6.4.1 Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2.6.4.2 Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
2.6.4.3 Integritas kulit kembali normal.
2.6.4.4 Rasa nyaman terpenuhi.
2.6.4.5 Pengetahuan kelurga meningkat.
2.6.4.6 Cemas pada klien teratasi.
2.6.5 Komplikasi
2.6.5.1 Dehidrasi
2.6.5.2 Renjatan hipovolemik
2.6.5.3 Kejang
2.6.5.4 Bakterimia
2.6.5.5 Mal nutrisi
2.6.5.6 Hipoglikemia
2.6.5.7 Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
2.6.6 Pemeriksaan Diagnostik
2.6.6.1 EGD (Esofago Gastro Duodenoskopi).
Untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan.
2.6.6.2 Foto Rontgen.
Untuk membedakan diagnosa penyebab.
2.6.6.3 Feses.
Akan Positif.
2.6.6.4 Hb atau Ht.
Penurunan kadar hemoglobin terjadi di dalam 6-24 jam setelah perdarahan.
2.6.7 Prioritas Masalah
2.6.7.1 Pola eliminasi :
Akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
2.6.7.2 Pola nutrisi :
Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
2.6.7.3 Pola tidur dan istirahat :
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
2.6.7.4 Pola hygiene :
Kebiasaan mandi setiap harinya.
2.6.7.5 Pola Aktivitas :
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit gastroentritis hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat dari pada gastroentritis, karena istilah yang disebut terahir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya di sebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan. Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Gastroentritis biasanya terjadi selama satu sampai tiga hari sejak terinfeksi virus dan dapat memiliki gejala dari yang ringan sampai yang berat. Biasanya gejala tersebut akan hilang hanya dengan satu hari atau dua hari, tetapi terkadang sampai sepuluh hari.
Faktor penyebab anak mengalami penyakit gastroenteritis yaitu antara lain sebagai berikut : Faktor Infeksi, Faktor Malabsorbsi, Faktor Makanan dan Faktor Psikologis. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah sebagai berikut : Gangguan Osmotik, Gangguan Sekresi dan Gangguan Motilitas Usus.









DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
http://artikelhot.com/591/gastroenteritis.aspx
http://astaqauliyah.com/2010/06/artikel-kedokteran-patofisiologi-gejala-klinik-dan penatalaksanaan-diare/
Lobraine, Ezlia, et all. (1998). Patient Care Standards. Nursing Process, diagnosis and outcome. Jakarta : EGC.
Hassan R, Husein A, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985 : 827-32.
Alatas H, Tambunan T, Trihono PT, editor. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996 :181-97.
Hay WW Jr, Groothuis JR, etal, Current Pediatric, Diagnosis & Treatment. 13th.ed.Stamford.Appeton & Lange, 1997.




MAKALAH
“ Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Gastroentritis “
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II





Dosen : Ibu. Dessy Aryanti Nur, Skp.
Disusun oleh :
Kelompok 3
• Aziz Raonikul Majilis
• Dewi Ratna Suminar
• Fadli Syaefullah
• Ita Nurasiah


PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN (PSIK)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami rahmat dan hidayah-Nya serta kesehatan, kemauan dan kemampuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Gastroentritis” sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah “Keperawatan Anak II” di STIKes Cirebon Jurusan S1 Program Studi Ilmu Keperawatan.
Dalam penuliasan makalah ini mungkin masih jauh dari sempurna, tetapi berkat dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak diantaranya Dosen, sumber buku, sumber informasi dan semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Akhirnya kami selaku penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran ilmu keperawatan khususnya dan pendidikan pada umumnya.



Cirebon, April 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Lingkup Penulisan 2
1.4 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gatroentritis 4
2.2 Tanda dan Gejala 5
2.3 Penyebab (Etiologi) 6
2.4 Perjalanan Penyakit (Patogenesis) 8
2.5 Penatalaksanaan Medis (Pengobatan) 9
2.6 Penatalaksanaan Keperawatan (Asuhan Keperawatan) 21

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 30

DAFTAR PUSTAKA