Rabu, 30 Maret 2011

ASKEP GASTROENTRITIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit gastroentritis hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar di antara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian di rumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.
Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat dari pada gastroentritis, karena istilah yang disebut terahir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya di sebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebbih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare atau gastroenteritis pada anak-anak atau usia lanjut, di mana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang sampai berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.
Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas atau balai pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama bagi masyarakat yang berkunjung ke puskesmas.
Di negara berkembang, angka kejadian diare atau gastroenteritis sangat bervariasi sesuai umur penderita. Tapi umumnya angka kejadiannya pada usia dua tahun pertama dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia anak. Namun, puncak angka kejadian adalah pada anak usia antara enam sampai tujuh bulan. Di samping itu diare juga merupakan merupakan penyebab kematian yang penting di negara berkembang.
Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu salah satunya bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah “Keperawatan Anak 2”. Disamping itu, tujuan memberikan informasi, gambaran, keterangan, serta penjelasan-penjelasan mengenai “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Gastroentritis”.
1.3 Lingkup Penulisan
1.3.1 Pengertian Gastroentritis
1.3.2 Tanda dan Gejala
1.3.3 Penyebab
1.3.4 Perjalanan Penyakit (Patogenesis)
1.3.5 Penatalaksanaan Medis (Pengobatan)
1.3.6 Penatalaksanaan Keperawatan (Asuhan Keperawatan)


1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini meliputi :
BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, lingkup penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Pustaka yang terdiri dari pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perjalanan penyakit (patogenesis), penatalaksanaan medis (pengobatan) serta penatalaksanaan keperawatan (Asuhan Keperawatan).
BAB III
Penutup yang terdiri dari kesimpulan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gatroentritis
Ada beberapa pengertian dari Gastoentritis yaitu antara lain sebagai berikut :
 Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak. dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
 Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980).
 Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
 Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
 Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
 Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
 Gastro adalah penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme yang tertelan bersamaan dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Virus atau bakteri tersebut menyerang organ pencernaan sehingga menyebabkan rasa mual, muntah, diare, dan kejang pada perut. Terkadang juga menyebabkan demam atau sakit kepala.

Jadi dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

2.2 Tanda dan Gejala
Gastroentritis memiliki tanda dan gejala yaitu mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair an mungkin disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama berubbah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan kesimbangan asam-basa dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Gastroentritis biasanya terjadi selama satu sampai tiga hari sejak terinfeksi virus dan dapat memiliki gejala dari yang ringan sampai yang berat. Biasanya gejala tersebut akan hilang hanya dengan satu hari atau dua hari, tetapi terkadang sampai sepuluh hari.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonic dan hipertonik.
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM biasanya dirawat penderita dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12 ½ %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat trjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat dehidrasi, dieresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada asidosis metabolic, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul).
Asidosis metabolic terjadi karena :
1. Kehilangan NaHCO3 melalui tinja.
2. Ketosis kelaparan.
3. Produk-produk metabolic yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (oleh karena oliguria atau anuria).
4. Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel.
5. Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l, dehidrasi isotonik (dehidrasi isonatremia) bila kadar natrium dalam plasma 130-150 mEq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq/l.
Dari penderita-penderita yang dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM ditemukan 77,8% dengan dehidasi isotonic, 12,7% dehidrasi hipertonik dan 9,5% dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampaknya tidak begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologis seperti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang menurun sedangkan turgor dan tonus tidak begitu buruk.

2.3 Penyebab (Etiologi)
Anak dapat mengalami gastroentritis ketika anak memakan atau meminum makanan dan air yang terkontaminasi. Atau bisa juga apabila sering berbagi peralatan, handuk atau makanan dengan seseorang yang terinfeksi.




Beberapa virus yang dapat menjadi penyebab gastroentritis adalah sebagai berikut:
1. Rotavirus.
Virus ini biasanya menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak. Orang dewasa yang terinfeksi rotavirus biasanya tidak memiliki gejala.
2. Noroviruses.
Norovirus dapat menyebar di dalam komunitas ataupun keluarga. Penyebaran virus dapat melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, akan tetapi penyebaran melalui orang ke orang dapat terjadi.
Disini juga terdapat beberapa faktor penyebab anak mengalami penyakit gastroenteritis yaitu antara lain sebagai berikut :
 Faktor Infeksi
a. Infeksi Enternal, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare (gastroenteritis) pada anak. Infeksi enternal ini meliputi :
 Infeksi Bakteri
Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
 Infeksi Virus
Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
 Infeksi Parasit
Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat paa bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.


 Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi Karbohidrat, yaitu : Disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa an sukrosa), Monosakarida (Intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
2. Malabsorbsi Lemak
3. Malabsorbsi Protein
 Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
 Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

2.4 Perjalanan Penyakit (Patogenesis)
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Osmotik
Akibat makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ).
2. Gangguan Sekresi
Akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
3. Gangguan Motilitas Usus
Mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

Patogenesis diare akut atau gastrontritis akut,yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare kronis atau gastroenteritis kronis, yaitu lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

2.5 Penatalaksanaan Medis (Pengobatan)
 Puasa sampai rehidrasi.
 Cairan dan elektrolit parenteral (kalium boleh diberikan dalam larutan parenteral setelah fungsi ginjal dijamin melalui pengecekan haluaran urine.
 Pada diare kronis atau gastroenteritis kronis, hiperalimentasi mungkin diperlukan penggantian pengeluaran feses dengan cairan parenteral sesuai kebutuhan untuk menjamin hidrasi adekuat.
 Penggunaan terapi rehidrasi oral yaitu saluran usus digunakan untuk memberikan masukkan cairan adekuat untuk rehidrasi dan untuk menghindari penggunaan terapi intravena, tetapi juga bermanfaat untuk mencegah dehidrasi dan perawatan di rumah sakit bila dilakukan pada gastroenteritis tahap awal. Terapi rehidrasi oral ini mungkin diperbolehkan jika anak mengalami dehidrasi kurang dari 10%, muntah minimal dan feses kurang dari 10 ml/kg/jam. Masukan dan haluaran.
 Terapi antibiotik, salep topical untuk ekskoriasi bokong.
 Tes feses untuk mengetahui darah samar, pH dan substansi yang ikut terbuang.
 Tanda vital tiap 1-2 jam.
 Pemberian makan cair sedikit tapi sering, secara berangsur diet ditingkatkan sesuai toleransi.
 Periksa anggota keluarga yang lain (pengumpulan bahan feses) dan mengobati secara tepat.
Penatalaksanaan Medis (Pengobatan) dalam gastroenteritis, dasar pengobatan gastroenteritis yaitu antara lain :
1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)
1). Pemberian cairan pada diare dehidrasi murni.
 Jenis cairan
a. Cairan rehidrasi oral (oral rehydration salts).
 Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut atau gastroenteritis akut pada anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut oralit.
 Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mngandung NaCl dan sukrosa atau karbohidratlain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut atau gastroenteritis akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
b. Cairan parenteral
 DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%).
 RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%).
 RL (Ringer Laktat).
 3@ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Natrium Laktat 1/6 mol/l.
 DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%).
 RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat + 3 bagian glukosa 5-10%).
 Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ % atau 4 bagian glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9%).
 Jalan pemberian cairan
a. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
b. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa ddehidrasi, tetapi anak tidak mau minum atau kesadaran menurun.
c. Intravena untuk dehidrasi berat.
 Jumlah cairan

Tabel 1 : Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun.
Derajat Dehidrasi PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250


Tabel 2 : Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
Derajat Dehidrasi PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185

Tabel 3 : Jumlah cairan yang hilang pada dehidrasi berat menurut berat badan penderita dan umur
Berat Badan Umur PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
-3 kg -1 bulan 150 125 25 300
3-10 kg 1 bln–2 thn 125 100 25 250
10-15 kg 2-5 thn 100 80 25 205
15-25 kg 5-10 thn 80 65 25 170

Keterangan : * PWL = Previous Water Loss (ml/kgbb).
** NWL = Normal Water Losses (ml/kgbb).
*** CWL = Concomitant Water Losses (ml/kgbb).
 Jadwal (kecepatan) pemberian cairan.
a. Belum ada dehidrasi
 Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setiap kali buang air besar.
 Parenteral dibagi rata dalam 24 jam.
b. Dehidrasi ringan
 1 jam pertama : 25-50 ml/kgbb peroral atau intragastrik.
 Selanjutnya : 125 ml/kgbb/hari atau ad libitum.
c. Dehidrasi sedang
 1 jam pertama : 50-100 ml/kgbb peroral atau intragastrik.
 Selanjutnya : 125 ml/kgbb/ hari atau ad libitum.
d. Dehidrasi berat
 Untuk anak 1 bulan – 2 bulan dengan berat badan 3-10 kg.
 1 jam pertama : 40 ml/kgbb/jam atau = 10 tetes /kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau = 13 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
 7 jam kemudian : 12 ml/kgbb/jam atau = 3 tetes/kgbb/menit (dengan infuse berukuran 1 ml = 15 tetes) atau = 4 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes).
 16 jam berikut : 125 ml/kgbb oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg.
 1 jam pertama : 30 ml/kgbb/jam atau = 8 tete/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 10 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 7 jam kemudian : 10 ml/kgbb/jam atau = 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgbb oralit peroral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan DG aa intravena 1 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau 1 ½ tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 Untuk bayi baru lahir (neonates) dengan berat badan 2-3 kg.
 Kebutuhan cairan = 125 ml + 100 ml +25 ml = 250 ml/kgbb/24 jam.
 Jenis cairan : Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5%) + bagian NaHCO3 1 ½ %).
 Kecepatan :
 4 jam pertama : 25 ml/kgbb/jam atau = 6 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 8 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau = 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = tetes) atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg.
 Kebutuhan cairan = 250 ml/kgbb/24jam.
 Jenis cairan : cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO31 ½ %).
 Kecepatan :
 4 jam pertama : 25 ml/kgbb/20 jam atau = 6 tetes kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 8 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
 20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau = 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
2). Pemberian cairan pada malnutrisi energi protein dengan diare dehidrasi berat.
 Malnutrisi energi protein ringan, sedang dan berat tipe marasmus dengan diare dehidrasi berat.
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan = PWL + NWL +CWL (dalil Darrow).
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg jumlah cairan 250 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikut : 190 ml/kgbb/20 jam 10 ml/kgbb/jam atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 3 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
 Malnutrisi energi protein berat tipe marasmik – kwashiorkor dan tipe kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat.
Jenis cairan = 4/5 (PWL + NWL + CWL).
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg jumlah cairan 4/5 x 250 ml = 200 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau 7 ml/kgbb/jam atau = 1 ¾ tetes/kgbb/menit ( 1 ml = tetes) atau = 2 ¼ tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
3). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat dengan bronkopneumonia tanpa disertai kelainan jantung.
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti diare dehidrasi berat dengan bronkopneumonia.
4). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat dengan malnutrisi energi protein berat tipe marasmik – kwashiorkor dan tipe kwashiorkor yang disertai bronkopneumonia, tanpa kelainan jantung.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti pada malnutrisi energi protein berat tipe marasmik-kwashiorkor dan tipe kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat.
5). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat dengan kelainan jantung bawaan (congenital heart disease, disingkat chd)
 CHD dengan right to left shunt, disertai diare dhidrasi berat.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan : PWL+ NWL+CWL
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg, jumlah cairan 250 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 ml/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 CHD dengan left to right shunt, disertai diare dehidrasi berat.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan = 4/5 (PWL+ NWL+CWL).
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg, jumlah cairan 4/5 x 250 ml = 200 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 4/5 x 60 ml/kgbb/4 jam atau 12 ml/kgbb/jam atau = 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 4 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes).
20 jam berikutnya : 152 ml/kgbb/20 jam atau 7 ml/kgbb/jam atau = 1 ¾ tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 2 ¼ tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
 CHD dengan gagal.
Jenis cairan : DG aa.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti pada CHD dengan left to right shunt yang disertai diare dehidrasi berat.
6). Pemberian cairan pada diare dehidrasi berat yang disertai kejang.
Jenis caran : DG aa (yang saat ini digunakan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM), tetapi ada juga ahli yang menganjurkan pemberian cairan yang mengandung natrium lebih rendah, yaitu DG 1: 2.
Misal untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg, jumlah cairan 250 ml/kgbb/24 jam.
Kecepatan :
4 jam pertama : 60 l/kgbb/4 jam atau 15 ml/kgbb/jam atau = 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 5 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
20 jam berikutnya : 190 ml/kgbb/20 jam atau 10 ml/kgbb/jam atau = 2 ½ tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau = 3 tetes/kgbb/ menit (1 ml = 20 tetes).
Pemberian cairan pada dehidrasi karena masukan (intake) kurang.
1. Tanpa asidosis
Jenis cairan : Cairan 3 : 1 (3 bagian glukosa 5-10 % + 1 bagian NaCl 0,9%) + KCl mEq/1.
Jumlah cairan : Tergantung dari derajat dehidrasinya.
Kecepatan : Dibagi rata selama 24 jam.
2. Dengan asidosis
Jenis cairan : DG aa
Jumlah cairan : Tergantung derajat dehidrasinya.
Kecepatan : Dibagi rata selama 24 jam.
2. Pengobatan dietetik
1). Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg.
 Jenis makanan :
a. Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
b. Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena dirumah sudah biasa diberi makanan padat.
c. Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak berantai sedang/ tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
 Caranya :
a. Hari 1 : - Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral.
- Bila diberi ASI atau susu formula, diare masih sering, hendaknya diberikan oralit atau air tawar selang seling dengan ASI, misalnya : 2 x ASI/ susu formula rendah laktosa, 1x oralit/ air tawar atau 1 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/ air tawar.
b. Hari 2-4 : ASI atau susu formula rendah laktosa, penuh.
c. Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan
kelainan yang ditemukan (dari hasil pemeriksaan
laboraturium). Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan
susu biasa seperti SGM, Lactogen, Dancow dan
sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan umur
dan berat badan bayi.
2). Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
 Jenis makanan :
a. Makanan padat atau makanan cair/ susu sesuai dengan kebiasaan makan dirumah.
 Caranya :
a. Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti buah (pis
ang) biskuit dan Breda (Bubur realimentasi daging ayam) da
n ASI diteruskan (bila masih ada) ditambahi oralit.
b. Hari 2 : Breda, buah, biscuit, ASI.
c. Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit dan ASI.
d. Hari 4 : Makan biasa dengan ekstra kalori (1 ½ x kebutuhan)
e. Hari 5 : Dipulangkan dengan nasehat seperti hari 4.
3. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).
1. Obat anti sekresi
a. Asetosal
Dosis : 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
b. Klorpromazin
Dosis : 0.5 – 1 mg/kgbb/hari.
2. Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut.
3. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, peptin, carcoal, tabonal dan sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
4. Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali bila penyebabnya jelas seperti :
 Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgbb/hari.
 Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgbb/hari.
Antibiotika lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti misalnya :
 Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgbb/hari
 Infeksi sedang (Bronkhitis, diberikan penisilin prokain atau ampisilin 50 mg/kgbb/hari.
 Infeksi berat (Misal bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari atau ampisilin 75-100 mg/kgbb/hari ditambah gentamisin 6 mg/kgbb/hari atau derivat sefalosporin 30-50 mg/kgbb/hari.





2.6 Penatalaksanaan Keperawatan (Asuhan Keperawatan)
2.6.1 Pengkajian
2.6.1.1 Pengumpulan Data
2.6.1.1.1 Anamnesa
2.6.1.1.1.1 Identitas Klien
2.6.1.1.1.2 Keluhan Utama
Faeces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
2.6.1.1.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Awalan serangan : Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
Menggunakan PQRST
 Tanyakan pada ibu sudah berapa lama diare atau gastroenteritis?
 Apakah BAB berdarah?
 Apa yang dimakan/ dimimum sebelum terkena diare atau gastroenteritis?
 Dimana terjadinya kontak dengan mikroorganisme?
2.6.1.1.1.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
2.6.1.1.1.5 Riwayat Psikososial Keluarga
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
2.6.1.1.2 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum :
Penampilan kesadaran.
 Sistem Integumen :
Turgor kulit, warna, cafilary refil.
 Daerah Kepala & Leher :
Rambut, ubun cekung atau tidak, leher ada pembesaran/ tidak.
 Mata :
Sklera, kelopak mata bawah, kongjungtiva, pupil.
 Telinga :
Kotor, cairan yang keluar.
 Hidung :
Pernafasan cuping hidung, kesimetrisan.
 Mukosa :
Warna lidah, lembab atau kering.
 Thorax :
Dada; kesimetrisan, Paru; bunyi nafas, Jantung; bunyi normal/ tidak.
 Abdomen :
Ada distensi abdomen / tidak, bising usus.
 Extermitas :
Atas atau bawah terpasang infuse atau tidak.
 Genetalia :
Kebersihannya.
a. Pemeriksaan psikologis :
Keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
 Inspeksi :
Mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
 Perkusi :
Adanya distensi abdomen.
 Palpasi :
Turgor kulit kurang elastic.
 Auskultasi :
Terdengarnya bising usus.
2.6.1.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2.6.1.2 Analisa Data
2.6.1.2.1 Data Fokus
 Data Subjektif
Klien anak menangis (cengeng).
 Data Objektif
Feses semakin cair, muntah, dehidrasi, berat badan menurun, ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
2.6.1.2.2 Etiologi (Penyebab) Pathway

2.6.2 Diagnosa Keperawatan
2.6.2.1 Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2.6.2.2 Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
2.6.2.3 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
2.6.2.4 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
2.6.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
2.6.2.6 Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
2.6.3 Intervensi Keperawatan
2.6.3.1 DxNs 1
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
 Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi.
 Kriteria Hasil :
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang.
 Intervensi Keperawatan :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
2.6.3.2 DxNs 2
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
 Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi.
 Kriteria Hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
 Intervensi Keperawatan :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
2.6.3.3 DxNs 3
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
 Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi.
 Kriteria Hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada.
 Intervensi Keperawatan :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
2.6.3.4 DxNs 4
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
 Tujuan :
Nyeri dapat teratasi.
 Kriteria Hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang.
 Intervensi Keperawatan :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
2.6.3.5 DxNs 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
 Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat.
 Kriteria Hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
 Intervensi Keperawatan :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
2.6.3.6 DxNs 6
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
 Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan.
 Kriteria Hasil :
Klien menunjukkan penurunan tingkat kecemasan.
 Intervensi Keperawatan :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

2.6.4 Evaluasi
2.6.4.1 Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2.6.4.2 Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
2.6.4.3 Integritas kulit kembali normal.
2.6.4.4 Rasa nyaman terpenuhi.
2.6.4.5 Pengetahuan kelurga meningkat.
2.6.4.6 Cemas pada klien teratasi.
2.6.5 Komplikasi
2.6.5.1 Dehidrasi
2.6.5.2 Renjatan hipovolemik
2.6.5.3 Kejang
2.6.5.4 Bakterimia
2.6.5.5 Mal nutrisi
2.6.5.6 Hipoglikemia
2.6.5.7 Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
2.6.6 Pemeriksaan Diagnostik
2.6.6.1 EGD (Esofago Gastro Duodenoskopi).
Untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan.
2.6.6.2 Foto Rontgen.
Untuk membedakan diagnosa penyebab.
2.6.6.3 Feses.
Akan Positif.
2.6.6.4 Hb atau Ht.
Penurunan kadar hemoglobin terjadi di dalam 6-24 jam setelah perdarahan.
2.6.7 Prioritas Masalah
2.6.7.1 Pola eliminasi :
Akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
2.6.7.2 Pola nutrisi :
Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
2.6.7.3 Pola tidur dan istirahat :
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
2.6.7.4 Pola hygiene :
Kebiasaan mandi setiap harinya.
2.6.7.5 Pola Aktivitas :
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.





BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit gastroentritis hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat dari pada gastroentritis, karena istilah yang disebut terahir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya di sebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan. Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Gastroentritis biasanya terjadi selama satu sampai tiga hari sejak terinfeksi virus dan dapat memiliki gejala dari yang ringan sampai yang berat. Biasanya gejala tersebut akan hilang hanya dengan satu hari atau dua hari, tetapi terkadang sampai sepuluh hari.
Faktor penyebab anak mengalami penyakit gastroenteritis yaitu antara lain sebagai berikut : Faktor Infeksi, Faktor Malabsorbsi, Faktor Makanan dan Faktor Psikologis. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah sebagai berikut : Gangguan Osmotik, Gangguan Sekresi dan Gangguan Motilitas Usus.









DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
http://artikelhot.com/591/gastroenteritis.aspx
http://astaqauliyah.com/2010/06/artikel-kedokteran-patofisiologi-gejala-klinik-dan penatalaksanaan-diare/
Lobraine, Ezlia, et all. (1998). Patient Care Standards. Nursing Process, diagnosis and outcome. Jakarta : EGC.
Hassan R, Husein A, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985 : 827-32.
Alatas H, Tambunan T, Trihono PT, editor. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996 :181-97.
Hay WW Jr, Groothuis JR, etal, Current Pediatric, Diagnosis & Treatment. 13th.ed.Stamford.Appeton & Lange, 1997.




MAKALAH
“ Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Gastroentritis “
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II





Dosen : Ibu. Dessy Aryanti Nur, Skp.
Disusun oleh :
Kelompok 3
• Aziz Raonikul Majilis
• Dewi Ratna Suminar
• Fadli Syaefullah
• Ita Nurasiah


PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN (PSIK)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami rahmat dan hidayah-Nya serta kesehatan, kemauan dan kemampuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Gastroentritis” sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah “Keperawatan Anak II” di STIKes Cirebon Jurusan S1 Program Studi Ilmu Keperawatan.
Dalam penuliasan makalah ini mungkin masih jauh dari sempurna, tetapi berkat dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak diantaranya Dosen, sumber buku, sumber informasi dan semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Akhirnya kami selaku penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran ilmu keperawatan khususnya dan pendidikan pada umumnya.



Cirebon, April 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Lingkup Penulisan 2
1.4 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gatroentritis 4
2.2 Tanda dan Gejala 5
2.3 Penyebab (Etiologi) 6
2.4 Perjalanan Penyakit (Patogenesis) 8
2.5 Penatalaksanaan Medis (Pengobatan) 9
2.6 Penatalaksanaan Keperawatan (Asuhan Keperawatan) 21

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 30

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar